Gajah way kambas

Gajah way kambas
Seorang petani didaerah lampung menemukan seekor anak gajah dikebunya. Rupanya anak gajah ini tertinggal dari induk dan kumpulanya. Anak gajah itu diambil dan dirawat dengan baik oleh petani tersebut. Namun, karena tidak memiliki kandang yang memadai, akhirnya anak gajah ini diikat di sebatang bambu kecil dengan rantai anjing yang tidak terlalu besar.
Hari demi hari anak gajah tumbuh menjadi besar, dan keinginan naluri untuk bebaspun semakin besar. Setiap hari anak gajah yang sedang beranjak dewasa ini mencoba menhentakkan kakinya ke bambu. Tetapi tidak bisa, bahkan bagian kakinya mengalami luka lecet. Lama kelamaan keingginan gajah untuk melepaskan diri dari ikatan rantai tersebut mulai mengendur dan akhirnya tidak sama sekali.
Satu hal yang menarik, setelah gajah tersebut tumbuh menjadi gajah dewasa dan memilii taring yang  cukup panjang, dia tetap terikat pada sebatang bambu yang kecil seperti ketika ia baru ditangkap dulu. Padahal, menurut logika, sederhana saja, dengan sekali hentakan saja rantai tersebut sebenarnya bisa lepas. Mengapa tidak bisa dilakukan sang gajah? Karena didalam benaknya dia sudah meras gagal dan tidak munkin bisa melakukan lagi.
KEHIDUPAN manusia adalah kehidupan yang jatuh bangun ; sang pencipta tidak pernah menjanjikan langit yang selalu biru, namun satu hal yang pasti, setelah hujan reda selalu tampak pelanggi. Bukan perkara bagaimana kita bangkit dari kegagalan tersebut dan mulai melakukan pembaharuan agar hal serupa tidak terulang kembali. Pada kenyataanya, ada begitu banyak manusia yang dengan mudah melakuakan vonis terhadap dirinya sendiri dengan dan sekaligus memastikan bahwa dia tidak bisa melakukan apa2, lantaran sudah pernah melakukan kesalahan yang fatal. Keberhasilan bukan diukur dari posisi yang telah dicapai seseorang dalam kehidupan, melainkan dari rintangan2 yang diatasinya saat berusaha untuk berhasil. Di sinilah letak nilai kehidupan yang yang bermakna tersebut.
Pengalaman bukanlah apa yang terjadi pada seseorang, melainkan apa yang dilakukan seseorang terhadap apa yang terjadi padanya. Mungkin itu pengalaman yang pahit yang menyisakan duka atau pengalaman manis yang memotivasi kita untuk membuat hidup lebih hidup. Apa pun itu, bukan peristiwanya yang penting, melainkan sejauh mana kita merespon peristiwa tersebut. Terkadang pengalaman – pengalaman yang tidak menyenagkan cenderung membuat seseorang menjadi pesimis melihat kehidupan ini. Lebih hebatnya lagi, peristiwa kecil yang terjadi dapat berkembang dalam pikiran seseorang melalui imajinasinya sehinga seolah2 peristiwa tersebut demikian tragis telah merebut optimisme seorang.
Manusia(bukan gajah!) diberi akal, hati nurani dan dorongan oleh seorang Sang Pencipta untuk bangkit dari setiap kegagalan dan peristiwa yang begitu menekan. Tetapi tidak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi, tidak ada langkah yang  terlalu panjang untuk dijalani, dan tidak ada orang yang terlalu sulit untuk dihadapi ketika kita mampu menyikapi setiap peristiwa yang terjadi dengan hati yang jernih dan kepala dinggin. Seorang filsuf pernah bertutur, “kita tidak akan pernah bisa mengukur betapa tingginya sebuah gunung, hingga hingga kita sudah berada di puncaknya dan mengatakan bahwa sebenarnya tinggi gunung ini tidak seberapa.“ Artinya, jangan pernah menyerah sebelum pernah mencoba. Kekuatan terbesar untuk menyelesaikan pekerjaan adalah pada saat kita berani untuk memulainya. Bukankah seribu langkah kedepan dimulai dari langkah pertama?
Ketika peristiwa begitu menekan dan hampir putus asa, percayalah bahwa hal tersebut tidak akan melebihi kekuatan kita sebagai manusia yang notabene dicipta sebagai pencipta yang paling sempurna diantara seluruh ciptaa-nya. Mungkin langkah – langkah praktis yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi secermat mungkin peristiwa yang kita alami, mungkin memang itu adalah buah dari perbuatan selama ini. Kalaupun datangnya dari orang lain, dengan bijaksana kita melakukan introspeksi, “ada apa dengan diri kita sehinga orang lain berbuat demikian?” ketika peristiwa tersebut adalah peristiwa alam yang demikian dahsyat, maka mata imanlah yang melihat. Bukankah Sang Pencipta yang kita percayai adalah khalik langit dan bumi sebagai pencipta alam yang dahsyat tersebut?
Tak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi, tidak ada langkah yang terlalu panjang untuk dijalani, dan tidak ada orang yang terlalu sulit untuk dihadapi ketika kita mampu menyikapi setiap peristiwa yang terjadi dengan hati yang jernih dan kepala dinggin.

Posting Lebih Baru Posting Lama

Blogger.. Diberdayakan oleh Blogger.